Sabtu, 14 Maret 2015

SUSILA DALAM AGAMA HINDU



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah susila bahkan susila juga dikaitkan dengan istilah asusila. Tidak jarang para remaja atau orang-orang saat ini mulai melupakn apa yang namanya bertingkah laku susila. Sesungguhmya susila itu merupakan ajaran bertingkah laku yang benar, contohnya berkata jujur, sopan santun, tidak memfitnah, tidak mencuri, dll. Namun susila itu sulit untuk dilaksanakan sedangkam ajara asusila yaitu ajaran bertingkah laku yang salah, mudah untuk dilakukan tapi berdampak buruk bagi orang lain, contohnya: memaki-maki orang lain, berkata kasar, mencuri, dll.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Susila?
2.      Apa yang dimaksud dengan catur warna, catur asrama, dan catur purusartha?
3.      Bagaiman hubungan catur warna dengan catur asrama?
4.      Bagaimana hubungan catur asrama dengan catur purusartha?
5.      Apa contoh-contoh kehidupan catur warna dengan catur asrama dalam masyarakat hindu?
C.       Tujuan
Agar kita bisa berprilaku susila dan bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk dalam kehidupan.
                            








BAB II
PEMBAHASAN
SUSILA

A.Pendahuluan

1.    Pengertian Susila
Susila dalam agama Hindu merupakan kerangka dasar yang kedua. Susila adalah istilah lain dari kata etika dan moral. Ethika berasal dari ahsa Yunani dari kata “ethos” yang berarti karakter kesusilaan atau adat. Sedangan “moral” berasal dari bahasa latin dari kata “mos” yang dalam bentuk jamaknya “mores” yang berarti cara hidupa atau adat. Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa “ethika” adalah merupakan ajaran perilaku atau perbuatan yan bersifat sistematis tentang perilaku (karma). Permasalahan utama dalam etika menurut terminology Hindu disebut Susila (bahasa sansekerta). Susila adalah perbuatan (karma) yang dianggap sebagai perbuatan baik (subha karma/daiwi sampad) dan perbuatan yang tidak baik (asubha karma/asuri sampad).
Pengertian tentang susila dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Susila atau etika adalah paya mencari kebenaran.
2.      Susila atau etia adalah upaya untuk mengadakan penyelidikan atau mengkaji kebaikan manusia, sebagai manusia, sebagai manusia bagaimana seharusnya hidup dan bertinda di dunia ii agar hidup menjadi bermakna.
3.      Susila atau etika adalahmerupaan upaya (karma) manusia mempergunakan keterampilan fisiknya (angga/raga) dan kecerdasan rohani (suksma sarira)

B. Pengertian dan Bagian-Bagian Catur Warna, Catur Asrama dan Catur Purusartha

1.    Catur Warna
a.    Pengertian Catur Warna
Catur Warna berasal dari bahsa sansekerta dari akar kata Vr yangberarti plihan. Kata catur berarti empat sedangkan warna berarti tutup, penutup, warna bagian luar, jens, watak, bentkk dan kasta. Catur Warna berarti empat pengelmpkkan masyarakat dalam tata kemasyarakatan agama hindu yang ditentukan berdasarkan profesinya.
b.   Bagian-bagian Catur Warna
1)   Brahmana
Brahmana merupakan golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu masyarakat, sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling dihormati. Dalam ajaran Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya dalam bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat diperoleh sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan.
2)   Ksatriya
Ksatriya merupakan golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi negara. Ksatriya juga merupakan golongan para kesatria ataupun para Raja yang ahli dalam bidang militer dan mahir menggunakan senjata. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Apabila golongan Ksatriya melakukan kewajibannya dengan baik, maka mereka mendapat balas jasa secara tidak langsung dari golongan Brāhmana, Waisya, dan Sudra.
3)   Waisya
Waisya merupakan golongan para pedagang, petani, nelayan, dan profesi lainnya yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala sesuatu yang bersifat material, seperti misalnya makanan, pakaian, harta benda, dan sebagainya. Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
4)   Sudra
Sudra merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan Brāhmana, Kshatriya, dan Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam filsafat Hindu, tanpa adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya secara seimbang dan saling memberikan kontribusi.

2.  Catur Asrama
a.    Pengertian Catur Asrama
Catur Asrama adalah empat tingkatan kehidupan atas dasar keharmonisan hidup dalam ajaran Hindu. Setiap tingkatan kehidupan manusia di bedakan berdasarkan atas tugas dan kewajiban manusia dalam menjalani kehidupannya, namun terikat dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai contohnya, perbedaan kewajiban antara orang tua dan anak.

b.   Bagian-Bagian Catur Asrama
Naskah jawa kuno yang diberi nama Agastya Parwa menguraikan tentang bagian-bagian Catur Asrama dalam kitab Silakrama itu dijelaskan sebagai berikut :
“Catur Asrama ngaranya Brahmacari, Grhasta, Wanaprasta, Bhiksuka Nahan tang Catur Asrama ngaranya”
Artinya:
Yang bernama Catur Asrama ialah Brahmacari, Grhasta, Wanaprasta, Bhiksuka.
Catur Asrama ialah empat fase pengasramaan berdasarkan petunjuk kerohanian. Hal itu diharapkan mampu menjadi tatanan hidup umat manusia secara berjenjang. Catur Asrama terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:


1)   Brahmacari
Brahmacari terdiri dari dua kata, yaitu brahma dan cari. Kata brahma berarti ilmu pengetahuan, kata cari berarti tingkatan hidup bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Brahmacari dalam agama Hindu dikenal adanya istilah :
a)      Sukla Brahmacari
b)      Sewala Brahmacari
c)      Kresna Brahmacari
2)   Grhastha
Grhastha adalah tingkatan kehidupan pada waktu membina rumah tangga yaitu mulai sejak kawin. Kata Grhastha berasal dari kata grha yang artinya rumah atau rumah tangga, sedangkan kata stha artinya berdiri atau membina. Tingkat hidup Grhastha adalah menjadi pimpinan rumah tangga yang bertanggung jawab penuh baik sebagai anggota keluarga.
3)   Wanaprastha
Wanaprastha berasal dari bahasa Sansekerta yaitu wana artinya pohon kayu, hutan semak belukar dan prastha artinya berjalan/ berdoa paling depan dengan baik. Pengertian wanaprstha dimaksudkan berada dalam hutan, mengasingkan diri dalam arti menjauhi dunia ramai secara perlahan-lahan untuk melepaskan diri dari keterikatan duniawi.
4)   Bhiksuka
Bhiksuka juga sering disebut Sanyasin, kata Bhiksuka berasal dari kata Bhiksu atau sebutan untuk para pendeta Bhuda. Bhiksuka artinya meminta-minta. Bhiksuka ialah tingkatan kehidupan yang lepas dari ikatan keduniawian dan hanya mengabdikan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan jalan menyebarkan ajaran-ajaran kesusilaan.
Masing-masing memiliki kurun waktu tertentu dalam pelaksanaanya. Pelaksaan setiap jenjang hendaknya dapat dijapahami dan dipandang sebagai kewajiban moral dalam hidup dan kehidupan ini. Sri Bhagawan Kresna menjelaskan agar kita melakukan pekerjaan yang telah diwajibkan dengan benar dan tanpa terikat dengan hasilnya. Tujuannya tiada lain adalah agar semua karma atau perbuatan yang kita lakukan diubah menjadi yoga. Sehingga kegiatan itu dapat membawa kita menuju persatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
3.  Catur Purusartha
a.    Pengertian Catur Purusartha
Catur Purusartha atau juga sering disebut dengan istilah Catur Warga. Catur berarti empat, purusa berarti jiwa atau manusia dan artha berarti tujuan hidup. Catur Purusartha berarti empat tujuan hidup manusia yang utama.
b.   Bagian-Bagian Catur Purusartha
Ajaran Catur Purusartha merupakan modal dasar umat Hindu dalam berupaya untuk mewujudkan tujuannya beragama. Ajaran tentang Catur Purusartha adalah merupakan ajaran yang bersifat universal dan berlaku sepanjang jaman. Bagian-bagian Catur Purusartha antara lain :
1)   Dharma                         
2)   Artha
3)   Kama
4)   Moksa

C.Hubungan Catur Warna dengan Catur Asrama
Warna seseorang dikelompokkan berdasarkan pembawaan dan fungsinya. Pembagian menjadi empat adalah berdasarkan kewajiban. Bertitik tolak dari kedua sloka Bhagawadgita ternyata bahwa kwduanya memberikan pengertian yang sama tentang dasar pembagian Catur Warna.
Catur Warna sebagai sistem tata kemasyarakatan dalam Agama Hindu, diklsifikasikan berdasarkan guna (bakat dan sifat) dan karma (perbuatan dan pekerjaan).
Catur Warna berdasarkan Sastra Drsta, Catur Warna sebagai sistem kemasyarakatan Hindu perlu dicermati melalui Loka Drsta. Pemahaman Catur Warna dalam kitab-kitab sejarah sering dicampuradukan dengan pengertian Catur Kasta.
Kasta adalah suatu tingkatan hidup kemasyarakatan berdasarkan atas darah kebangsaan. Jadi pengertian kasta yang dituangkan dalam kitab-kitab sejarah tidaklah sama dengan pengertian Catur Warna dalam agama Hindu.
Pengertian Catur Warna dengan Catur Kasta dianggap sama saja dan teori buku-buku Brahmana menyebutkan :
1)      Jumlah warna ada empat, yaitu Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra.
2)      Dari empat kelompok tersebut golongan yang dahulu lebih baik dari golongan berikutnya.
3)      Kewajiban-kewajiban bukan Sudra adalah menjalankan upacara-upacara, mempelajari buku-buku Weda, membuat api upacara, dan mengadakan perbuatan yang menghasilkan.
4)      Ketaatan bagi kami Sudra adalah kepada warna-warna yang lain.
Dari contoh tersebut teranglah bahwa, Catur Warna diberikan pengertian dan kedudukan yang berbeda oleh golongan tertentu dengan mencoba lebih menonjolkan system kastanya. Buddha Gautama dan Pandit Nehru adalah orang-orang yang pernah berusaha menghilangkan sistem empat kasta ini. Pandangan yang dimuat dalam buku sejarah itu pernah diulang kembali memutnya oleh seorang guru perbandingan Agama Hindu, yaitu Drs. Abu Achmadi dalam bukunya “Perbandingan Agama” yang menguraikan pengertian Catur Warna sebagai berikut :
Catur Warna adalah empat jenjang kehidupan, yaitu Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Dari keempat golongan  tersebut, golongan Brahmana adalah golongan yang paling tinggi.
Dengan kata lain Catur Warna adalah penggolongan masyarakat menjadi empat berdasarkan tugas dan aktivitasnya dalam masyarakat dan hal ini tidaklah bersifat turun temurun. Pada pandangan ini dapat kita bandingkan dengan perkembangan sikap penulis India yang bernama Phandari Nath Prabu, yang mengatakan bahwa :
Catur Warna itu disebutkan dengan istilah Varna Vyavastha yang diartikan dengan organisasi warna. Varna Vyavastha itu adalah suatu kelompok masyarakat yang memiliki hubungan dengan latar belakang karma dan guna serta perwatakan.
Rumusan Catur Warna yang demikian adalah rumusan yang mampu mengangkat dan memisahkan pengertian Catur Warna, dari endapan lumpur Catur Kasta atau Catur Wangsa yang keliru di Bali. Dari bagian-bagian Catur Asrama tersebut masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)   Bramacari Asrama
Brahmacari Asrama adalah asrama pertama dari Catur Asrama. Oleh karena itu, sering juga asrama ini ditulis dengan kata Brahmacari Asrama. Tatanan hidup rohani setiap umat selama dalam batas umur Brahmacari Asrama ialah menuntut ilmu pengetahuan. Mengisi diri menuju kedewasaan rohani supaya kedewasaan rohani dengan kedewasaan jasmani berkembang sejalan dan seimbang. Di saat seseorang berada pada lintasan umur brahmacari, hatinya mesti lebih terdorong untuk mengisi diri dan bertekad bulat menuntut ilmu sebanyak-banyakanya sesuai dengan slogan “Masa muda adalah masa belajar dan berjuang”. Bukan masa muda dijadikan masa bermalas-malasan atau hura-hura, karena pemuda adalah tulang punggung negara.
Menurut ajaran agama Hindu saat berada dalam Brahmacari Asrama para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu. Semua kekuatan jasmani dan rohaninya sebagian besar diarahkan untuk pembentukan kecerdasan otak yang disebut “Oyas Sakti”.
Mengingat adanya pendidikan seumur hidup dan dalam kaitannya dengan prilaku seksual, maka ajaran Brahmacari juga mengalami perkembangan. Dengan demikian maka dikenal dengan istilah :
a)      Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari adalah orang yang tidak kawin sejak lahir sampai dia meninggal.
b)      Sewala Brahmacari Asrama
Sewala Brahmacari Asrama adalah orang yang kawin satu kali, tidak kawin lagi.
c)      Krsna Brahmacari Asrama
Dalam pengertian Tresna atau Kresna Brahmacari, seseorang diizinkan kawin lebih dari satu kali dalam batas maksimal 4 kali. Itu pun dengan ketentuan bahwa seorang brahmacari boleh mengambil istri yang kedua jika istri yang pertama tidak dapat melahirkan keturunan.
2)   Grhastha Asrama
Grhastha Asrama adalah jenjang kedua dari Catur Asrama. Grhastha Asrama artinya masa hidup untuk membangun rumah tangga. Pada jenjang ini kesempatan untuk berbuat sosial paling banyak harus dilakukan. Berdasarkan itu juga Artha paling banyak dihabiskan untuk kegiatan soaial tersebut, yaitu saat hidup di jenjang Grhasta.
3)   Wanaprasta Asrama
Wanaprasta atau sering disebut Wanaprasta Asrama merupakan jenjang ketiga dari Catur Asrama. Wanaprasta Asrama adalah tingkatan dimana seseorang perlahan-lahan mulai mengasingkan diri dari kesibukan duniawi, ini disebabkan oleh tanggung jawab rumah tangga dan kewajiban-kewajiban suatu anggota masyarakatsudah diambil alih oleh anak cucunya. Pusat perhatian pada jenjang ini mengarah pada kenikmatan rohani.
4)   Bhiksuka Asrama
Jenjang terakhir dari Catur Asrama disebut Bhiksuka atau sering disebut Sanyasin atau Bhiksuka Asrama. Dalam jenjang ini dapat dikatakan sejenis dengan jenjang Wanaprasta. Pada jenjang ini prilaku seseorang mengalami peningkatan lebih lanjut terkait dengan mengurangi kegiatan sosial keduniawian.

D. Hubungan Catur Asrama dengan Catur Purusartha
Catur Asrama adalah empat fase kehidupan dalam hidup ini yang hendaknya dilalui oleh masing-masing umat, guna mewujudkan tujuan hudupnya dan juga tujuan beragama. Keberadaan Catur Asrama dengan Catur Purusartha tidak bisa dipisahkan. Catur Purusartha adalah empat tujuan hidup yang utama. Catur Purusartha terdiri atas :
1.    Dharma
Kata Dharma berasal dari kata “dhr” yang berarti menjinjing, memelihara, memangku atau mengatur. Jadi Dharma berarti sesuatu yang mengatur atau memelihara dunia beserta semua makhluk. Dharma juga dapat diartikan ajaran-ajaran suci yang menuntun manusia untuk mencapai kesejahteraan.
Dharma sebagai tugas sosial di masyarakat dipakai pedoman “Catur Dharma”, bagian-bagian Catur Dharma yaitu :
a)    Dharma Kriya berarti manusia harus berbuat, berusaha, dan bekerja untuk kebahagiaan sesuai dengan ajaran-ajaran agama Hindu. Kegiatan itu akan berhasil dengan baik apabila dilandasi dengan Sad Paramita yaitu :
Ø  Dana Paramita artinya suka beramal.
Ø  Ksanti Paramita artinya suka mengampuni.
Ø  Wirya Paramita artinya mengutamakan kebenaran dan kejujuran.
Ø  Prajna Paramita artinya bersikap tenang dalam menghadapi suatu masalah.
Ø  Dhiyana Paramita artinya merasa bahwa semua ini adalah ciptaan Tuhan dan wajib menyayangi makhluk hidup.
Ø  Sila Paramita artinya bertingkah laku yang baik dalam pergaulan.
b)   Dharma Santosa berarti berusaha mencapai kedamaian lahir batin dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
c)    Dharma Jati berarti kewajiban yang dilakukan untuk menjamin kesejahteraan dan ketenangan keluarga, serta selalu mengutamakan kepentingan umum di samping kepentingan pribadi.
d)   Dharma Patus berarti melakukan kewajiban dengan penuh keikhlasan untuk menjauhkan diri dari noda dan dosa. Secara singkatnya, Dharma itu dapat dilaksanakan dengan mengamalkan ajaran “Tri Kaya Parisudha”


2.    Artha
Artha berarti harta benda, materi atau kekayaan yang dapat dirasakan, dimiliki dan dinikmati. Artha memiliki beberapa fungsi yaitu :
a)    Fungsi Artha dalam melakukan Panca Yadnya
Ø  Dewa Yadnya yaitu korban suci yang ditujukan kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya.
Ø  Manusa Yadnya yaitu korban suci untuk kesejahteraan umat manusia.
Ø  Pitra Yadnya yaitu korban suci untuk para leluhur baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Ø  Rsi Yadnya yaitu korban suci untuk para Rsi atau para guru dengan ilmu-ilmunya.
Ø  Bhuta Yadnya yaitu korban suci yang tulus ikhlas kehadapan para Bhuta Kala, makhluk-makhluk bawahan dan unsur-unsur Panca Maha Bhuta.
b)   Fungsi Artha dalam mewujudkan Jagadhita
1)      Untuk kemakmuran, Artha dibagi menjadi 3 yaitu :
Ø Bhoga yakni kebutuhan primer, contohnya makanan dan minuman (pangan).
Ø Upabhoga yakni pakaian dan perhiasan (sandang).
Ø Paribhoga yakni rumah, istri, anak, dll (papan).
2)      Untuk dana-dana social atau punia yang harus disalurkan ketiga jurusan, yaitu :
Ø Maha Don Dharma Karya, yaitu untuk dharma.
Ø Maha Don Artha Karya, yaitu untuk kemakmuran dan kesejahteraan.
Ø Maha Don Kama Karya, yaitu untuk kenikmatan makanan dll.
3.    Kama
Kama berarti nafsu atau keinginan yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup dan diartikan dengan cinta kasih.
Sehubungan dengan cinta kasih Kama dibagi menjadi 3 yang disebut dengan Tri Parartha yaitu :
a)    Asih berarti menyayangi dan mengasihi sesama makhluk saling asah, asih, asuh dan mewujudkan ajaran Tat Twam Asi.
b)   Punya berarti dana punia, cinta kasih kepada orang lain dengan memberikan sesuatu yang berguna bagi orang yang kita berikan.
c)    Bhakti berarti cinta kasih pada Hyang Widhi Wasa dengan senantiasa sujud kepadanya dalam bentuk pelaksanaan agama.
4.    Moksa
Moksa berarti ketenangan dan kebahagiaan spiritual yang kekal abadi. Moksa adalah tujuan terakhir umat Hindu.

Catur Purusartha memiliki hubungan yang sinergis dengan Catur Asrama. Bila umat tidak dengan sungguh-sungguh dalam melaksanakannya maka akan mengalami kehancuran dalam hidupnya.


E. Contoh-Contoh Kehidupan Catur Warna dan Catur Asrama dalam Masyarakat Hindu
Salah satu contoh implementasi ajaran Catur Warna dan Catur Asrama kita ambil dari kitab Mahabharata. Panca Pandawa adalah sosok “brahmana warna”. Diantara mereka ada yang menjadi penasehat raja-raja kecil “Purohita” yang ada di negeri Bharata.
Pelajaran yang diajarkan oleh para maha guru kepada Pandawa diikuti dengan penuh ketekunan dan sungguh-sungguh, saat itu Pandawa berada pada masa brahmacari asrama.
Pada saat negerinya diserang oleh musuh-musuhnya, Pandawa maju ke medan perang untuk mempertahankan keselamatan masyarakat, bangsa dan negaranya dari kejaran pemberontak. Panca Pandawa merupakan sosok pemimpin ksatria yang gagah berani. Seiring dengan berputarnya waktu, Panca pandawa membangun suatu rumah tangga yang harmonis dan utuh dengan tokoh seorang ibu yang utama Grehasta Asrama. Selama dua belas tahun terbuang di hutan, Panca Pandawa memasuki fase Wanaprastha. Saat berupaya memajukan perekonomian negeri sehingga masyarakatnya menjadi sejahtera sehingga Panca Pandawa tampil sebagai “wesya warna”. Setelah terbuang selama dua belas tahun dan kembali dari hutan dalam penyamaran, Panca Pandawa menjadi pembantu di sebuah kerajaan “sudra warna” dalam catur warna. Dengan menjadi pengajar berbagai bidang ilmu terutama bidang seni dan agama, ini berarti Panca Pandawa berada pada fase “bhiksuka” dalam catur asrama.
Demikian juga, pada saat kita berada di tengah-tengah masyarakat lingkungan kita. Sejak kecil diajar oleh orang tua dan juga di sekolahkan sampai tamat dengan jenjang pendidikan tertentu dan dewasa. Dalam catur warna fase ini tergolong “brahmana warna”. Sedangkan dalam catur asrama termasuk sedang mengikuti masa brahmacari asrama. Dengan memiliki keterampilan tertentu selanjutnya mampu membangun rumah tangga sekaligus menjadi pemimpin rumah tangga yang di bangunnya. Hal ini tergolong “grehasta” dalam catur asrama dan “ksatrya warna ” dalam catur warna. Tanggung jawab lahirilah dalam rumah tangga yang di bangun selesai, dengan meninggalkan kehidupan rumah tangga, mengasingkan diri dari keramaian, melepaskan ikatan keduniawian, mengolah pertanian,dan perdagangan untuk kemakmuran masyarakat banyak adalah wujud dari fase “wanaprastha” dalam catur asrama dan termasuk golongan “wesya warna”dalam catur warna. Akhirnya mempersiapkan diri untuk mendalami kerohanian, mengajarkan, menyebarkan dharma, dengan suatu pelayanan yang tulus adalah merupakan wujud dari “sudra warna” dalam catur warna dan “bhiksuka asrama” dalam catur asrama.




BAB III
PENUTUP

Dari uraian pembahasan di atas kami menyimpulkan bahwa :
1.      Catur Warna merupakan pengelompokkan masyarakat berdasarkan profesinya maupun kewajibannya di masyarakat.
2.      Catur Asrama mengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkatan kerohanian/jenjang kehidupan.
3.      Catur Purusartha bertujuan untuk mencapai kebahagiaan jasmani di dunia dan di akhirat.
4.      Catur Asrama erat kaitannya dengan Catur Warna dalam kehidupan bermasyarakat dan kebahagiaan di akhirat
5.      Catur Asrama dengan Catur Purusartha mempunyai hubungan yang timbal balik.


                                                

1 komentar: